15 juni 2013
daya cipta
Kita
belajar kasih sayang yang sempurna
Dari
alam belajar tentang kehidupan
Dari
langit belajar tentang Firman-Nya
Dengan
segala takdir
Dan
hukum alam
Ketika kita lahir, kita tidak berhak
meminta bentuk ataupun kesempurnaan fisik maupun spikis. Allah menciptakan
kelebihan berdampingan dengan kekurangan. Dan tidak ada makhluk yang sempurna
di dunia ini. Aku dengan temanku yang bernama Andira memulai penelitian
pendidikan di sebuah Sekolah Luar Biasa atau biasa disebut SLB. Subhanallah,
aku takjub melihat adik-adik kita yang secara fisik kurang namun ada kelebihan
yang luar biasa.
“Sungguh
kita jangan lupa tuk bersyukur ya, Tan ! Mereka begitu kuat dan tabah”, kata
Andira kepadaku.
“Iya,
kita terlena dengan kelengkapan fisik kita bahkan kita sombong dan angkuhnya
terhadap diri sendiri maupun orang lain !”, Aku dan Andira duduk di bawah pohon
akasia di waktu istirahat. Hari pertama begitu mengaduk-aduk pikiran dan
perasaanku. Seperti tak sanggup menghadapi anak-anak yang “luar biasa”
tersebut.
Aku tertarik dengan seorang gadis
kecil yang tidak mempunya kedua telapak tangan.
Dia
menulis dengan kakinya. Namanya Lula. Senyumnya yang ramah dan riang menjadi
pagar perasaannya agar selalu tegar.
“Dik
Lula, mau membaca atau menulis ? kakak ajari ya !”, aku menawarkan diri
mengajarinya. lula menggelengkan kepala.
“Enggak...!”,
Lula menunduk. Ujung kakinya menggesek-gesek lantai, seolah asyik dengan
permainannya sendiri.
“Apa
denger cerita dari kakak aja...gimana ?”, aku mengeluarkan buku cerita dari
tasku. Lula tetap menggeleng.
“Ada
apa, dik ?”, tanya bu Harni, pendamping kelas Lula. Tangannya dengan lembut
mengelus kepala Lula.
“Ini,
bu ! saya menawarkan diri untuk mengajari membaca dan menulis ataupun
bercerita. tapi dia tidak mau “, jawabku. Bu harni tersenyum.
Aku perhatikan Lula yang asyik
dengan kakinya yang menjepit kanvas. Dengan lincahnya kanvas tersebut menggores
di atas kertas putih menjadi ilustrasi yang menakjubkan. Dalam ilustrasinya
membentuk gradasi abstrak. Ada sesuatu yang terasa menyesakkan di dadaku.
Terasa begitu abstraknya hidupku saat ini. Yang aku kenal saat ini adalah
ketidakpuasan dan jauh dari rasa syukur.
“Gradasi
kehidupan mbak jauh terpuruk, dik !”, aku curhat dengan Lula yang asyik menggambar.
Lula mendongak menatapku. Namun diam dan asyik nglanjutin melukisnya. Andira
menghampiri aku yang duduk dekat Lula.
“Lihat,
dira ! anak sekecil ini dah mempunyai daya cipta atau kekuatan untuk mewujudkan
bakatnya. Sedangkan kita ?”, jariku menunjuk kearah Lula.
“Betul,
Tania. Kita seharusnya sadar bahwa karya itu harus diwujudkan. Tak ada alasan
tidak bisa. Kalau ada kehendak dan kemauan yang gigih, akan ada jalan dan hal
yang luar biasa bisa tercipta, seperti yang dilakukan Lula ini”, jelas Andira.
“Kita
terlena dengan kedamaian yang semu ya. Terlalu merugi di dalam memanfaatkan
waktu. Saatnya kita pikirkan hal positif yang bisa kita lakukan...oke...!”, aku
tersenyum ke arah Andira yang membalasnya dengan mengangguk mantap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar