Selasa, 18 Juni 2013

MALAIKAT TAK BERSAYAP ITU BAPAKKU (II)


18 Juni 2013

malaikat tak bersayap itu bapakku (II)

Aku selalu berontak
Di ombak yang menggulungku
Dalam angkuhnya ego
Sok idealis
Di kesombongan masa muda

            Sebelum masuk halaman rumah, motor Faiz sudah  dimatikan mesinnya. Dituntunnya motor itu hingga sampai depan garasi. Dengan perlahan-lahan dibuka pintu garasi, mencoba tidak menimbulkan suara sedikit pun. Motor Ninja R diparkirlah di garasi. Faiz mengendap-endap masuk ke kamar. Dia melirik kamar bapaknya, lampunya masih menyala.
“Eeehhhmmm....dari mana saja kamu, faiz ?”, suara bapak Faiz dari belakang tubuhnya. Faiz yang hendak membuka pintu kamar, terkejut bukan kepalang.
“Eh...nnggg...hemm...! dari main.... tempat... temen !”, Faiz menjawab gelagapan.
“Main ya, main ! tapi lihat waktu, dong !”, bapak Faiz menyiratkan raut muka tak senang.
“Ah..bapak ! aku kan cowok !”, intonasi suara Faiz agak keras.
“tapi hampir tiap hari kamu keluyuran terus, tak kenal waktu !”, bapak Faiz pun berseru.
            Pertikaian malam itu pun berakhir ketika Faiz masuk ke kamar dengan membanting pintu kamarnya.
“Astaghfirullah...!”, bapaknya mengelus dada dan berlalu dari depan kamar Faiz. Kening bapak Faiz mengerut. Dalam hatinya merasakan luka yang amat perih. Sang anak yang menjadi tumpuannya begitu keras menentangnya. Bapak hanya berdoa dalam hati, dan itu adalah ikhtiar puncak yang dilakukannya.
            Adzan subuh berkumandang. Bapaknya Faiz mengetuk pintu kamar anaknya itu.
“Faiz...bangun...sholat subuh dulu, nak !”, suara bapaknya sengaja membangunkan untuk mengajak ia sholat. Tidak ada jawaban. Semakin keras pintu dikedor-kedor oleh bapaknya Faiz.
“Allaagghhh...bapak berisik banget pagi begini, lagian masih gelap !”, suara Faiz dari dalam kamar.
“Sholat subuh, Faiz...buruan !”, teriak bapaknya.
“Ogahhh...!”, jawab Faiz. Mendengar jawaban anaknya, bapak Faiz merasakan aliran darahnya deras di ubun-ubun, hatinya pun panas. Tangannya sudah mengepal.
“Faiz...kau....!”, suara bapaknya berhenti ketika mendengar ikhomah. Dengan sekuat tenaga Bapak Faiz menetralisir kemarahannya jangan sampai tumpah ruah.
“Astaghfirullahal `adziim...!”, Bapaknya faiz segera bergegas menuju ke masjid yang bersebelahan dengan rumahnya.
            Bapak Faiz menyiapkan sarapan pagi. Faiz pun sarapan dengan tergesa-gesa.
“Kalau makan jangan dibiasakan buru-buru, gitu ! Itu perbuatan syetan !”, kata bapaknya mengingatkan.
“Syetan aja tidak protes, bapak aja yang kebanyakan ngomong !”, Faiz pun ngeloyor pergi menuju garasi. Belum ada dua menit dia kembali lagi menghampiri bapaknya.
“Mana uangnya, pak !”, tangan Faiz menengadah di depan bapaknya. Faiz pun pergi setelah menerima sejumlah uang saku. Suara Ninja R milik faiz meraung-raung dengan kalapnya.
“Bapak yakin, suatu saat kamu berubah menjadi anak yang sholeh....Faiz...amiin !”, kedua tangan bapaknya Faiz menyapu mukanya.


@#@#@ Bersambung @#@#@


           


                 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar