Jumat, 21 Juni 2013

MALAIKAT TAK BERSAYAP ITU BAPAKKU (V)


21 Juni 2013

malaikat tak bersayap itu bapakku (v)

Malam pun berlalu
Menggugah  yang terlena
Dalam balutan rasa malas
Namun mentari tlah berjanji      
Esok pasti kembali

            Faiz tersentak bangun. Dia melihat jam dinding yang menunjukkan angka delapan. Dengan jalan terseok-seok  dia menengok kamar bapaknya. Tidak ada tanda-tanda bapaknya pulang.
“Ah, mungkin ada di dapur atau di kamar mandi !”, kata Faiz dengan nada menghibur. Faiz pun menuju ke dapur, kosong. Kamar mandi pun pintunya terbuka. Faiz terduduk di kursi tamu. Kakinya lemas. Kepalanya pusing. Perutnya lapar.
“Aku begitu lemah tanpa keberadaan bapak. Ketika bapak ada, aku acuh dan tak bersyukur  akan keberadaannya”, Faiz merasa menyesal.
            Suara mobil pick up berhenti di depan rumah. Faiz merasa lega. Dia yakin kalau yang datang itu pasti bapaknya.
“Bapak...!”, suara lega melihat bapaknya yang muncul di pintu.
“Faiz, kamu baik-baik saja, kan ?”, tanya bapaknya sambil duduk di depan Faiz.
“Justru aku yang kawatir akan keadaan bapak !”, Faiz merasa tersanjung, bapaknya masih mengkawatirkan dirinya, seperti ia juga kawatir terhadap bapaknya.
            “Kemaren aku pergi ke luar kota, servis furniture pelanggan. Sore di perjalanan mau pulang, ban mobil bocor. Dah aku ganti, namun berjalan sekitar satu kilometer ban yang lainnya bocor. Padahal ban serepnya hanya satu. Hujan deras sekali disertai angin. Baterai handphone lowbat. Akhirnya bapak menginap di pos ronda sampai pagi”, Faiz mendengarkan cerita bapaknya. Faiz melihat muka bapaknya yang tampak kecapekan sekali. Kalau ia tidak dalam kondisi sakit, ingin hati ia membuatkan teh hangat untuk bapaknya.
            “Mau minum teh ? saya buatkan ya !”, bapaknya Faiz bergegas ke dapur. Faiz mengangguk malu. Tak lama kemudian Faiz melihat bapaknya membawa dua cangkir teh hangat.
“Bapak tak sempat mampir-mampir untuk beli makanan. Yang bapak pikirkan hanya kamu. Bapak ingin segera pulang melihat keadaan kamu, Faiz !”, kata bapaknya.
“Ah, bapak !”, ingin hati Faiz memeluk bapaknya, tapi dia urungkan karena malu dan tak terbiasa.
“Bapak, kalau bapak kenapa-napa, aku akan menyesal seumur hidup “, kata Faiz dalam hati. Ia menyeruput teh manis buatan bapaknya.
            “Kok bengong !”, bapaknya mengagetkan Faiz. Hampir saja tehnya tumpah.
“Hhheee....hheee...!” Faiz tertawa. Bapaknya pun ikut tertawa. Hati Faiz tentram dan damai. Apalagi dia sedang bercanda dengan bapaknya, moment yang jarang sekali mereka lakukan.

@#@#@ Bersambung @#@#@



Tidak ada komentar:

Posting Komentar