Kamis, 27 Juni 2013

MALAIKAT TAK BERSAYAP ITU BAPAKKU (XI)


27 Juni 2013
malaikat tak bersayap itu bapakku (Xi)

Merenungku dalam sepi
Asing di tengah keramaian
Pilu diantara tawa dan canda
Sendiri ku sadari
Betapa berartinya dirimu
Bapak..........

            Sore itu langit mendung, semendung perasaan Faiz saat itu. Faiz menuju ke masjid Bandara. Ia merasakan sudah lama tak merasakan sholat maghrib berjamaah. Faiz berusaha kyusu` dalam sholatnya.
“Ya Allah, perkenankanlah aku hidup bersama lagi dengan bapakku !”,Faiz menutup doanya.
Akhirnya Faiz memutuskan untuk menelpon bapaknya. Handphone bapak dimatikan. Berkali-kali ia coba tapi hasilnya tetap sama, tak tersambungkan. Faiz merasakan lemas badannya. Matanya berkunang-kunang. Ia duduk di serambi Masjid Bandara. Kepalanya ia sandarkan pada tas koper. Faiz tak ingat apa-apa. Orang-orang yang  melihat menyangka ia  sedang tidur. Padahal ia sedang pingsan.
            Jam sembilan pagi di ruang medis bandara. Faiz masih tergeletak tak sadarkan diri. Orang yang ada di masjid sebelumya mengira Faiz hanya tertidur. Ketika subuh dibangunkan oleh seseorang untuk diajak sholat berjamaah, tubuh Faiz terkulai tak berdaya. Barulah orang-orang membawanya ke ruang medis Bandara.
“Faiz, bangun ! Ini bapak “, ada suara yang tak asing bagi Faiz terdengar memanggilnya. Faiz mencoba membuka matanya. Pandangannya berkunang-kunang.
“Bapakkah ?’, Faiz tidak bisa melihat sekelilingnya dengan jelas. Kepalanya terasa sangat pusing.
“Iya, ini bapak !”, suara itu terdengar lagi. Faiz pun pingsan lagi.
            Satu jam kemudian Faiz sudah sadarkan diri untuk yang kedua kalinya. Untung saja ia cepat mendapatkan pertolongan medis. Faiz melihat sosok bapaknya sedang duduk di sampingnya.
“Bapak....!!!”, teriak Faiz dengan girang. ia peluk bapaknya erat-erat seolah-olah takut berpisah lagi atau tak mau kalau semua ini hanyalah mimpi.
“Alhamdulillah, kamu dah sadar !”, Bapaknya Faiz tersenyum lega. Dielus-elusnya punggung Faiz.
“Kok bapak dah sampe sini ?”, Faiz bertanya kepada bapaknya.
“Kemaren sore ibumu telpon dan telah bercerita tentang semuanya. Lalu tadi malam bapak langsung pesen tiket, subuh dah bisa terbang ke sini. Tadi di toilet ada yang bercerita tentang anak laki-laki yang pingsan di masjid. Karena bapak kepikiran kamu terus maka langsung saja bapak usut dan akhirnya  menemukanmu di ruang medis bandara.
            Sekarang Faiz sudah merasa tenang. Bapaknya hadir dalam waktu yang tepat. Faiz merasa bersalah kepada orang yang selalu memperhatikannya. Kasih sayang yang ia terima dari bapaknya tak ada yang menandingi.
“Bapak, Faiz minta maaf, Faiz selalu merepotkan bapak. Tanpa bapak, aku bukanlah apa-apa dan bukan siapa-siapa. Bapak....aku mohon bapak jangan menjauhkan aku dengan bapak ! Aku tidak bisa hidup tanpa bapak...”, Faiz memeluk bapaknya untuk yang kesekian kalinya.
“Sudahlah, tuh malu dilihat orang-orang. Sebaiknya kita pesen tiket pulang. Kamu rindu untuk kembali ke rumah, kan ?”, kata bapaknya sambil menggandeng tangan Faiz berjalan menuju loket tiket pesawat.
“Pak...kopernya ketinggalan, tuh !”,Faiz menuding koper dan tasnya yang ketinggalan sekitar enam meter dari mereka.
“Oh....saking senengnya ketemu kamu, jadi lupa yang lainnya!”, bapaknya Faiz tersenyum.
Faiz merasa tersanjung mendengar perkataan bapaknya barusan. Hati Faiz sekarang merasakan kebahagiaan yang tak terkira. Di pegang erat-erat tangan bapaknya yang masih kekar. Ia merasakan seolah-olah sedang menggandeng sesosok malaikat.


@#@#@ Bersambung @#@#@

Tidak ada komentar:

Posting Komentar