Minggu, 16 Juni 2013

MELEWATI SENJA


16 Juni 2013

melewATI SENJA

Senja beranjak pergi
Ku melaju dijalan yang macet
Bersama pelukan malam
Bercumbu dengan deras hujan
Beriringan petir berkilatan
Berpayung langit nan gelap
 
            Hari ini aku menghadiri acara Mentoring Bikin Buku di Masjid Syuhada. Jam 12.15 WIB aku berangkat dari rumah. Panas terik matahari mendampingi perjalananku.
“oooggghhhh....biasa ! jalan kaliurang macet !”, aku menggerutu di depan rambu-rambu lalu lintas. Setelah lampu hijau, aku segera tancap gas lagi. Akhirnya sampai juga aku di masjid Syuhada. Maklum, baru pertama aku menginjakkan kakiku di masjid tersebut sehingga aku bingung mencari aula bawah. Akhirnya ketemu juga.
            Acara berjalan dengan lancar. Kita mengikuti materi dari Bapak Yusuf Maulana. Kita pun diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan. Aku pun tak mau kalah.
“Apa yang dimaksud penulis tetap ?”, tanyaku kemudian,
“Itu adalah penulis yang sewaktu-waktu di hubungi untuk menuliskan tema yang dikehendaki penerbit !” jawab bapak Yusuf Maulana. Peserta yang lainpun ikut mengajukan pertanyaan seperti mbak eva dan mbak Kinkin.
            Adzan berkumandang. Sudah waktunya sholat ashar. Jam 14.00 WIB acara di mulai lagi dengan memasuki sesi berikutnya yaitu diskusi Mentoring Bikin Buku. Jam lima lebih acara selesai. Aku segera pamitan.
            Aku segera tancap gas, melaju mengejar waktu. Hari mulai gelap. Sampai Tugu Jogja, hujan mulai turun. Aku segera memakai mantel. Tak lama kemudian hujan mengguyur begitu derasnya.
“Hadech....!”, aku kesulitan melihat jalan.
“Kalau aku berhenti, takutnya kemalaman ! namun kalau terus melaju, halangan dan rintangan siap menghadang !”, aku menimbang-nimbang dalam hati. Karena takut kemalaman, akhirnya aku nekat menerobos derasnya hujan.
            Jalanan yang macet, gelap, kilatan petir dan hujan yang sangat deras terus menemani aku dalam perjalanan pulang. Jalanan yang banjir dan dinginnya malam mulai menggangguku. Hunjaman air hujan menusuk-menusuk mukaku tanpa ampun. Aku terus berdoa sepanjang dalam perjalanan agar bisa melewatinya dengan selamat. Perjalanan terasa begitu lama. Tanganku gemetaran menahan dingin. Mataku pun mulai pedih. Namun aku tetap nekad melaju dengan menggunakan indera ke delapan yaitu “ngawur”. Bagiku bisa sampai rumah adalah harapan bulatku.
            “Alhamdulillah, akhirnya sampai rumah !” aku merasa lega. Ku lepas mantelku dan masuk ke dalam rumah. Kulihat jam dinding, pukul setengah tujuh. Rute yang bisa aku tempuh dalam waktu tiga puluh menit, karena hujan yang deras plus jalanan macet akhirnya memakan waktu satu setengah jam. ccckkkccckkk.

  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar