Senin, 10 Juni 2013

SANG PENAKLUK HATI (III)


10 Juni 2013
                                                     sang penakluk hati (iii)


                                                    Lelah hatiku menanti
                                                    Moment yang tak pasti
                                                    Komitmen yang kunanti
                                                    Tak jua menghampiri
                                                    Hanya buaian yang membumbungkan hati
                                                    Dalam hempasan angin                                                                
                                                    Terbangkan anganku...tinggi
                                                    Sebelum aku sampai di atas                                                                
                                                    Diriku terhentak jatuh ke bumi



           Pagi itu Wenda tak sengaja berjumpa Ardian di tempat parkir. Mereka jarang berangkat bareng. Padahal rumah mereka dekat. Di pagi ini mereka berjalan bareng menuju ruang kuliah. Ardian melirik arlojinya. Kuliahnya masih akan dimulai setengah jam lagi.
“Dah sarapan, nda !”, tanya Ardian. Suaranya memecahkan lamunan Wenda.
“Sudah...kok !”, Wenda menjawab dengan singkat.
“Maksud aku..kita ke kantin...kalo kamu dah sarapan ya...minum apa gitu..kek !. nemenin aku sarapan, melilit rasa laparnya, nih !”, suara Ardian memelas. Wenda melihat temennya itu berharap penuh agar ia mau nemenin sarapan di kantin.
“Ya...yyuuukk...!”. Mereka berbelok arah tidak jadi masuk ruangan tapi menyusuri koridor, jalan menuju ke kantin.
           
            Ardian melahap sotonya. Wenda meminum coklat hangat favoritnya. “Heeyyy....!”, suara Arjuna yang tiba-tiba datangnya mengejutkan mereka. Tangan Arjuna menepuk punggung Ardian yang lagi makan, sontak aja Ardian terbatuk-batuk keselek makanan.
“Apaan, sih...!”, Ardian tampak  agak marah. “sorry, bung..! jangan marah...!peace...peace...!”, Arjuna mengacungkan dua jari tangan kanannya, jari telunjuk dan jari tengah di depan Ardian. Ardian jadi tersenyum.
“Hai...wenda maniss...!Aku juga mau pesen coklat hangat seperti kamu aja, dech! Biar membangkitkan mood cinta kita...!”, ucap Arjuna sambil beranjak memesan coklat hangat beneran.
“Huueehh...ikut-ikutan aja..!”, Wenda mencibir. Arjuna melihatnya dan tersenyum.
“Tak punya pendirian...aku tau kalo kamu sebenarnya gak suka coklat !”, Ardian membuka kartu Arjuna.
“Iya, tuh...! nanti setelah minum pasti perutnya muleeeesss...!”, Wenda dan Ardian tertawa ngekeh.
“Kan ku awali hari ini dengan coklat manis...semanis wajah Wenda...! Coookk...kklllaattt...terasa cocok karna tlah terpikat...!” Arjuna senyum lalu menyeruput coklat hangatnya.
“Nih anak...muridnya deni cagur komedian itu rupanya !”, ucap Wenda yang menutupi kekakuan suasana yang beda dengan hari-hari biasanya.
“Sama itu..tuh...aduh siapa...? oo...Andre di OVJ...ya...!”, kata Ardian sambil menggeliat, merasa kekenyangan.
“Yuukkk...kita tinggal Arjuna aja !”, Wenda beranjak dan diikuti Ardian.
“Jangan, donk ! Coklatnya jadi pahit tanpa senyummu, Wenda !”, Arjuna meninggalkan coklat hangatnya yang masih kelihatan penuh. Ia buru-buru membayar di kasir dan menyusul kedua temannya yang sudah agak jauh berjalan. Wenda sebenarnya juga berharap dalam hatinya agar Arjuna segera menyusulnya. Dia sengaja melambatkan langkahnya agar bisa berjalan dengan Arjuna. Tak lama kemudian memang Arjuna dah melangkah di sampingnya. Andai saja tidak ada Ardian di situ, tentu dia sudah berjalan berduaan dengan sang Arjunanya itu, harap Wenda. Dalam hati kecilnya, Wenda sangat mengharapkan datangnya special moment tersebut.

@@@ Bersambung @@@


Tidak ada komentar:

Posting Komentar