Selasa, 11 Juni 2013

SANG PENAKLUK HATI (IV)


11 Juni 2013
sang penakluk hati (iv)



Aku terbakar oleh baran di dada                                                    
Merahnya amarah....berkobar
Hentakan emosi diujung sulutan api
Aku tertunduk....lesu
Lidah pun terasa kelu
Untuk apa aku menyerah ?
Takkan kubiarkan hatiku terkuasai
Oleh penindasan rasa yang tak pasti

            Hari ini begitu panjang. Waktu enggan menjalankan tugasnya. Menawar sang hari untuk istirahat sebentar dalam setiap detiknya. Hal yang sama dirasakan oleh Wenda. Ia males untuk pergi kuliah. Ia masih ingat peristiwa kemaren yang terjadi di kampus.
Masih terngiang dalam ingatannya, ketika mendengar Arjuna merayu Salsa, teman akrabnya.
Kata-kata rayuan untuk Salsa begitu menyakitkan hati Wenda.
“Salsa, kau seperti yogyakarta bagiku...is-ti-me-wa...bagaikan gudeg....ketika lihat dirimu bikin dadaku deg...deg..! Bagaikan salak...cintamu tak dapat ku tolak ! Bagaikan......!,Arjuna mengeluarkan jurus mautnya merayu salsa tapi dipotong sama Ardian,
”Bagaikan ring road....muter-muter...bikin mumeedz...denger ocehanmu itu !”. “Hhaaa...hhhaaaa...!” serentak anak-anak yang ada disitu tertawa berbahak-bahak. Tapi tidak bagi Wenda, hatinya terluka. Rayuan Arjuna yang ditujukan ke salsa kemaren itu benar-benar seperti sembilu. Wenda sangat jealous. Ardian tahu hal itu. Ia melihat pipi Wenda merah. Dan kemaren itu Arjuna masih terus merayu Salsa di depan Wenda dan teman-temannya.
Hati Wenda sangat sensi. Murung, bengong...malah sering blank...gak nyambung kalau diajak ngobrol. “Wuuiiihhh....ada yang sedih, nich !”, ucap Ardian godain Wenda. Ardian sengaja datang ke rumah Wenda. Ia tahu kalau Wenda paling rajin kuliah. Kalau tidak hadir biasanya karena sakit. Itupun tingkatannya kalau sudah parah sakitnya.
“Ada hal yang aku tau...apa yang terjadi padamu saat ini, Wenda !”, Ardian duduk disamping Wenda. Mereka ada di halaman samping rumah Wenda.
“Apaan, sih..! Sok tau...!”, Wenda mencoba tuk tersenyum, senyum yang getir.
“Kamu jealous abis...kemaren itu ya...!. Ga` usah bo`ong...aku tau itu..kok..!”. Ardian menghela nafas, seakan-akan ikut merasakan beban batin Wenda.
“Apa menurut kamu aku aneh...ya...?”, Wenda menatap mata Ardian.
“Iya...aku adalah sepupu kamu...kita bersama-sama sejak kecil sampai sekarang !. Aku mengenal dan mengerti tentang dirimu ...kamu tak selemah ini...!”, Ardian mencoba membangun semangat Wenda.
“kamu benar...trus...aku harus gimana ?”, Wenda berharap Ardian bisa memberikan solusinya.
“Hhheeemmm....kamu tau kan kalau Arjuna itu memang udah latah. Latahnya ya merayu itu. Kok kamu bisa-bisanya kena rayuan dia !”, Jelas Ardian.
“Kan dah tau kalo rayuannya untuk semua cewek !”, lanjutnya.
“Aku menyadarinya....sesadar....sadarnya....! Tapi aku....aagghhh..!”, Wenda menutup mukanya dengan kedua tangannya.
“Gini aja, nda...! kamu juga belajar ngomong seperti dia....ngegombal, gitu. Nah, dengan kamu sering ngucapin hal yang serupa tersebut, kamu akan terbiasa mendengar kata rayuan tersebut. Tak akan ngaruh di hatimu lagi ! Gimana ?”, Ardian mencoba kasih solusi.
“Heemmm....gak njamin kayaknya !”, jawab Wenda tak bersemangat.
“Yaaacchhh...mengalah sebelum perang...! Setidaknya di depan Arjuna, nda !”, Ardian kukuh terhadap pendiriannya.
“Ya udach, dech ! akan ku coba. Aku tak mau hatiku di kuasai oleh perasaan yang tak jelas gitu !”, mata Wenda mulai berbinar, semangat.
“Tunggu...Arjuna...kamu akan klepek...klepek...seperti ikan kehabisan air...kalau denger balasan rayuanku nanti !”, Wenda bersungut-sungut lucu. Lalu keduanya tertawa cekikikan.
“Tapi untuk Arjuna saja, lho...! kalau kena yang laennya bisa berabe nanti. Bisa menjadi masalah yang baru “, Ardian ngingetin Wenda agar tidak membabi buta.

@@@ Bersambung @@@
                                      
                          


Tidak ada komentar:

Posting Komentar