Sabtu, 29 Juni 2013

YANG MUDA YANG BERKARYA


 29 juni 2013
Yang Muda Yang Berkarya

Yang muda yang berbeda
Yang lebih dibanding sebayanya
Yang muda yang berkarya
Yang manfaatkan masa remaja
Yang muda penakluk emosinya
Yang berfikir dinamis
           
Malam itu, Dynia update status facebooknya. Niatnya hanya sekedar menghabiskan malam minggu.
“Eh, ada konfirmasi rupanya !”, katanya lirih.
“Lho, ini kan si Fera. Ngapain ganti akun lagi !”, Dynia menanggapi konfirmasi dari Fera.
“Kok ganti akun lagi, Fer ?”, tanya Dynia dalam inbox.
“Iya, ada yang reseh, nih ! Masalah banget !”, jawab Fera.
“Ah itu mungkin kamu juga yang memulai !”, Dynia berusaha obyektif.
“Eeee...kamu kok malah nyalahin aku, gitu !”, Fera pun protes.
            Dynia melihat akun Fera yang lama. Dynia geleng-geleng kepala. Pertengkaran di depan umum, itulah yang dilihatnya. Kenapa hal ini harus terjadi ? tentulah jawabannya karena ego masing-masing. Akun facebook adalah rumah bagi pemiliknya. Orang yang mengunjungi akunnya seolah-olah sedang bertamu. Suasana akun seseorang yang penuh makian ataupun kata-kata yang membakar emosi tentulah akan menggambarkan pribadi dari sang pemilik akun itu sendiri.
            “Hey, tidur ya !”, tanya Fera. Dynia sengaja tak langsung membalas pertanyaan Fera lmelalui facebooknya. Dynia masih melihat akun Fera yang lama.
“Aku tahu kamu masih online ! Atau coba kamu lihat akun saya yang lama aja, biar kamu ngerti sapa sang peneror itu”, Fera tak sabar dicuekin oleh Dynia.
“Iya, nih aku baru liat !”, akhirnya Dynia menanggapi Fera.
“Betul, tho ? Neta memang orangnya reseh banget. Masa aku dikatain kasar kaya gitu, hhhiiihhh !”, Fera  pun melakukan pencitraan.
“Seharusnya kamu jangan menanggapinya, jadinya panjang, kan !”, Dynia pun berkomentar.
“Tapi dia yang memulai. Sapa yang ga panas dikata-katain kaya gitu. setiap gerak saya pasti di komentari jelek olehnya. Emangnya dia paling baik, apa !”, Fera pun tak mau mengalah.
“Itu hak kamu sih ! Semua orang bisa mengklaim  dirinya-lah yang paling baik.”, kata Dynia.
“Ah...kamu ga asyik, nih !Sok nasehati ”, kata Fera yang tak lama kemudian offline.
“Fera....fera....! “, Dynia menggumam dalam hati.
            Bel istirahat berbunyi. Kantin sekolah pun diserbu oleh para pembeli. Para siswa berjubel hanya untuk urusan makan. Saling sikut, dorong atau bahkan saling berebut makanan. Fera menghampiri Dynia yang duduk di pojok kantin. Sudah menjadi kebiasaan Dynia, punya kapling di pojok kantin. Dan anehnya, siswa yang lain pun enggan duduk di sana.
“Coba kamu liat, Neta tetep melacak akun baruku !”, Fera menyodorkan hape ke arah Dynia. Dengan perlahan Dynia meletakkan gelasnya di atas meja. Lalu diraihnya hape milik Fera. di bacanya sejenak.
“Udahlah, kamu diamin aja, ga perlu ditanggapi !”, suruh Dynia. Ia tahu kalau kata-kata Neta dalam facebook memang benar-benar memancing emosi Fera.
“Kenapa ya, orang itu mudah mengumpat dan memaki melalui tulisan namun belum tentu berani ngomong langsung !”, kata Avira yang duduk dekat Dynia. “Kalau ngomong langsung efeknya beda, dan terkadang orang mikir dulu !”, Dynia menanggapi  ucapan Avira. Bel masuk berbunyi. Semua sudah masuk ke kelas masing-masing.

             Hari minggu di pagi yang cerah. Matahari menyapa dengan ramahnya. Membekali makluk di bumi dengan sinar yang berbinar-binar.
“Kamu hari ini ga ada acara kan ? aku mau main ke tempatmu ya !”, tanya Avira kepada Dynia lewat telpon.
“Aku punya acara jam sembilan nanti, tapi talau kamu mau ikut, ke sini aja dulu !”, jawab Dynia.
“Oke, saya segera jalan. Sampai nanti !”, Avira menutup telponnya.
            Jam sembilan kurang seperempat, Dynia dan Avira pergi mengendarai sepeda motor matic. Mereka berboncengan, Dynia yang ada di depan.
“Kita mau kemana, sih ?”, tanya Avira karena tadi buru-buru sehingga tak sempat nanya.
“Apa !”, Dynia ga terlalu dengar.
“Mau kemana kita !”, Avira menambah volume suaranya.
“Ada, deh....kasih tau ga....ya...?”, Dynia godain Avira.
“Ah...kamu !”, Avir menepuk punggung Dynia.
            Sampailah Dynia dan Avira di taman kota. Dynia buru-buru menarik tangan Avira.
“Cepat....kita terlambat, nih !”, ucap Dynia.
“Terlambat....? maksudnya...?”, Avira bengong ga nyambung.
“Selamat siang semuanya !”, Dynia menyalami segerombolan anak-anak yang duduk lesehan di taman. Mereka pun menyambut kedatangan Dynia dan Avira dengan senyum welcome.
Dynia dan  Avira segera duduk diantara mereka.
“Selamat datang mbak !. Ini kita baru mulai. Saya lanjutkan ya!. Dalam menulis sebuah cerita, kita harus punya bekal. Bekalnya seperti peralatan tulis, ide, sedikit gambaran pengembangan ide yang nanti bisa dikembangkan. Perkenalkan penokohan, alurnya, kemudian klimaks-nya. Setelah itu berikanlah pendinginan cerita dalam bentuk solusi ataupun pesan moril yang tersampaikan secara tersirat maupun tersurat “, Mbak Ida menjelaskan tentang menulis secara panjang lebar.
”Oh... hujan mulai turun, kita sambung nanti lewat online aja ya !”, mbak Ida mengakhiri bicaranya karena hujan tiba-tiba turun dengan lebatnya.
            Semua pada berlarian mencari tempat untuk berteduh. Dynia dan Avira berlari ke arah warung bakso. Mereka pesan dua mangkok bakso plus minuman.
“Itu tadi temanmu ya, komunitas baru gitu ?”, tanya Avira.
“Kita kenal dan sering sharing lewat FB. Memanfaatkan media jejaring sosial untuk hal yang bermanfaat, kan ! Apa sih untungnya punya teman yang banyak namun tidak bersinergi, bahkan hanya saling unjuk emosi “, jawab Dynia yang kemudian  menyeruput kuah baksonya.
“Betul.....!”, Avira mengangguk-angguk.
“Ah, kamu kok punya pemikiran yang beda ya dibandingkan dengan pemikiran kita-kita yang seusia kamu !”, Avira mengomentari watak Dynia yang terkesan dewasa.
“Aku hanya seneng baca, nyari informasi dan tak malu bertanya. Aku manfaatkan media sosial untuk hal yang positif. So, lambat laun aku pun tambah dewasa dalam hal pemikiran, terkesan tua ya....hheehh...hhheee....!”, kata Dynia lalu tertawa terbahak-bahak.
“Baguslah, aku pun maunya kayak kamu, tapi yang ada hanya main-main mulu....masa remaja yang tak terkesan ya !”, Avira berkata dengan sungguh-sungguh.
“Itu tinggal ada niat dan kemauan saja, kok !’, kata Dynia sambil tersenyum.
“Oke, aku pun akan napak tilas kegiatanmu....please help me !”, Avira memegang tangan Dynia.
“It`s ok ! I stand by you !”, jawab Dynia mantap. Keduanya pun larut dalam percakapan dan sambil diselingi canda tawa.
            Hari Minggu berikutnya, Avira dan Fera telah berkumpul di rumah Dynia. Pagi ini mereka berencana untuk hadir di komunitas TBM “Semangat Baca”. Ada satu kardus berisi buku bacaan, meski tidak baru namun fisik masih lengkap dan baik.
“Kamu kok kenal komunitas ini dari sapa ?”, tanya Fera kepada Dynia.
“Dari jejaring sosial, selain itu aku juga mengikuti group menulis, komunitas ngumpulin baju bekas layak pakai, ada “satu jam bersama anak berkebutuhan khusus”, dan satu lagi yang aku ikuti, yaitu komunitas ketrampilan home industri. Kami tidak harus tatap muka, namun komunikasi lancar di jejaring sosial “, Dynia menjawab dengan panjang lebar.
“Wah, jadi jejaring sosial kau manfaatkan untuk hal-hal yang positif ya ! Sipp...lanjutkan !”, kata Avira sambil mengacungkan jempolnya.
“Menarik juga sepertinya ya !”, Fera pun mengangguk-angguk.
“Udah, deh. Ayo segera berangkat !” ajak Dynia. Kemudian ketiganya pun melaju ke TBM “Semangat Baca” untuk memberikan donasi buku-buku.

@#@#@



                                                                                                                                                             
               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar