Senin, 01 Juli 2013

KUOTA CINTA


30 Juni 2013
Kuota Cinta

Cintaku seperti ombak
Mengalami pasang surut
Cemburuku laksana baran
Siap berkobar suatu saat
Rinduku seperti magma
Meletup-letup ataupun beku
Tak ada yang kekal di dunia ini.

            Kabut pagi menyelimuti lereng gunung Merapi. Namun sang mentari mencoba membangunkan kehidupan dari kelenaan kehangatan peraduan. Tombak sinarnya mulai menerobos alam yang masih tenang. Udara yang perawan menawarkan kesegaran bagi penghirupnya.
Ayam pun berteriak, “banguuuunn...kkaa..mmuuu...rruuu...yyyuuukkk !”.
“Aahhh...sebentar lagi !”, Nevanda berteriak lirih dari balik selimutnya. Tangannya menjulur ke luar selimut. Digapainya jam wekker ayam jago yang ada di meja dekat tempat tidurnya. Lalu....kliiikk...!, ia matikan.
“Aman...!”, Nevanda merapatkan kembali selimutnya. Kenikmatan dari kolaborasi rasa dingin dan kantuk yang tersisa, pikirnya.
            Nevanda tersentak kaget. Ia melompat dari tempat tidurnya. Sambil ngucek mata ia perhatikan jam yang ada di dinding.
“Haahhh.....sudah jam sepuluh !”, Nevanda segera mandi.
“Kok teman kost sebelah tidak bangunin aku ya ?”, gumamnya.
“Heee...hheee...dah bosan kali ya !”, Nevanda tertawa sendiri. Dengan merapikan baju yang di pakainya, ia segera menyambar tas, dan cabut.
Dikuncinya pintu kamar kost....! Beberapa langkah Nevanda berhenti.
“Ada yang lupa kayaknya, apa ya ! Heemmm...hape...masih di meja !”, gumam Nevanda sambil membuka pintu kamar kostnya. Setelah memasukkan handphone ke dalam kantong sakunya, ia bergegas pergi ke garasi kost. Setelah sampai di depan sepeda motornya, dia meraba seluruh kantong saku dan tasnya.
“Yaaaeelllaahhh....kunci motor ketinggalan di kamar !”, Nevanda duduk selonjor di lantai, lemes.
            Perjuangan besar dirasakan oleh Nevanda di pagi ini. Akhirnya nyampai juga di kampus. Ketinggalan satu mata kuliah tak masalah bagi Nevanda. Ia bisa mengejar tugas dan nilai, itulah hal yang diandalkannya.
“Mahasiswi telataaannn...!”, teriak Bowo yang duduk di samping Nevanda.
“Masalah buat lo !”, Nevanda nyengir, niru gaya Soimah yang sok banget.
“Besok hari minggu kita ada rencana ke pantai Drini, Wonosari !”, kita satu ruang diwajibkan ikut semua, sekalian ngerjakan tugas penelitian, yang ga mau ikut, di denda satu juta !”, kata Drea.
“Hoorreee....!”, para mahasiswa Ilmu Komunikasi semester tiga tersebut pada teriak kegirangan.
“Berangkatnya sekalian touring, yang mau boncengan atau single, silahkan ! Berkumpul di kampus pukul setengah tujuh, titik”, Drea menambahkan lagi.
            Nevanda melirik ke arah Drea, ketua kelas sekaligus pacarnya. Kedua mata mereka bertemu, dingin. Setelah pertengkaran panjang seminggu yang lalu, belum ada sinyal untuk baikan. Nevanda menarik nafas panjang.
“Sebelum pulang kita makan somay depan kampus, yuk !”, Nevanda menjawil Rena. Rena pun mengangguk. Keduanya bergegas meninggalkan teman-teman yang masih menyusun untuk acara besok.
            Setelah pesan somay plus minuman, Nevanda dan Rena duduk di dekat kipas. Panasnya jogja siang ini benar-benar menambah panasnya hati Nevanda. Bagaimana tidak, tak berselang lama datanglah Drea bersama Yuanita. Mereka pun memesan somay dan duduk tak jauh dari Nevanda dan Rena berada.
“Besok aku bonceng aja ya ?”, kata Drea agak keras, mungkin sengaja memanasi hati Nevanda.
“Yakin, gak ada yang marah ?”, Yuanita bertanya, butuh kepastian ulang.
“Kagak...lah..! I am single, now ” , jawab Drea.
Guubbrrraaakkkk......hati Nevanda patah. Ia makan somay dengan lahabnya agar bisa menetralisir cemburu yang ada di hatinya.
            Rena paham ada gelagat yang tidak baik. Ia merasa kasihan melihat Nevanda yang sudah merah muka udang.
“Udahan, yuk !”, Rena menarik tangan Nevanda yang lagi pegang sendok.
Kluuueentteenngg.....sendok yang dipegang Nevanda jatuh ke lantai. Sontak semua mata tertuju ke arahnya.
“Maaf......sengaja...hhheee...hheee...”, Rena mengangkat tangan kanannya tinggi sambil nyengir, tuk menutupi salting sahabatnya. Kemudian mereka ke kasir dan....kabbuuuurrrr....!
            Malam ini Nevanda menginap di kostnya Rena. Jaga-jaga besok tidak telat bangun  pagi.
“Memang kalian udah berkomitmen tuk putus ya ?”, Rena bertanya sambil menarik selimut ke tubuhnya.
“Belum, tapi entah ya ? kalau Drea dah menganggap dia single...mau apa, coba ! terima ga terima, kenyataannya jelas gitu, tho !”, Nevanda mencoba menutupi hatinya yang hancur berkeping-keping. Dia miringkan tubuhnya ke arah dinding. Matanya basah.
“Tidur, yuk !”, ajak Rena, tahu kalau Nevanda menangis.
            Minggu pagi yang segar mampu melonggarkan hati Nevanda yang semalam sumpek. Dia dan Rena telah berkumpul di kampus.
“Ok, dah kumpul semua, ayo segera berangkat !”, kata Drea yang dah siap di atas motornya. Ada Yuanita di dekatnya, siap ia bonceng.
Berangkatlah rombongan tersebut. Nevanda di bonceng oleh Rena. Maunya Nevanda mau sendiri, tapi Rena bersikeras untuk memboncengnya. Rena tahu, hati Nevanda lagi galau, berbahaya kalau sepedahan sendiri, setidaknya sekarang ia menjadi teman yang sok perhatian untuk Nevanda.
            Sampailah rombongan tersebut di pantai Drini, Wonosari. Rena menarik tangan Nevanda mengajak memisahkan diri dari rombongan menuju ke arah ujung pantai, dekat karang.
“Teriaklah, Nevanda ! Lepaskan kekesalan semua  yang ada di hatimu ”, kata Rena. Nevanda mengangguk.
“Huuuaaa.....aaaa......!”, Nevanda teriak sekencang-kencangnya. Dari kejauhan ada beberapa orang yang menengok ke arahnya, Nevanda tak peduli. Rena mendorong Nevanda ke air.
Byyuuurrrrr.....Nevanda tak mau kalah, ditariknya Rena, di celupkannya kepala Rena ke air. Rena gelagapan. Canda tawa kedua sahabat tersebut sering pecah, sesering pecahnya ombak pantai yang menerpa batu karang.
            “Kita di suruh kumpul, makan siang !”, teriak Moudy. Nevanda dan Rena mengangguk. Kemudian mereka bergegas mandi dan ganti pakaian.
Mahasiswa Ilmu Komunikasi semester tiga tersebut menyerbu makanan yang di siapkan di gasebo pantai dengan lahabnya. Sok kelaparan apa memang lapar banget ya ?.
            Semburat jingga menghiasi langit di atas pantai. begitu indah panorama senja itu. Sayangnya, hati Nevanda tak seindah panorama sunset. Jelas di depan matanya, Drea merangkul pundak Yuanita.
“Tak punya perasaan !”, gerutu Nevanda dalam hati. Susah payah ia mengumpulkan puing-puing ketegaran dan mencoba menyadari bahwa cintanya tlah berlalu. Ia masih ingat pertengkaran minggu kemaren. Drea mempermasalahkan Nevanda yang nebeng mobil milik mas Nandrow, mahasiswa semester atas. Padahal itupun karena ada alasannya. Ban motor Nevanda bocor dan secara kebetulan mas Nandrow ada di belakangnya pada saat itu. Hari berikutnya, Nevanda masih bareng mas Nandrow, karena hujan yang begitu derasnya. Drea melihatnya dan marah-marah tanpa ampun. 
            “Hey...bengong pake melongo lagi !’, Bowo menepuk pundaknya. Darimana datangnya  tak disadari oleh Nevanda.
“Saya bonceng ya, pulangnya nanti ?”, Bowo menawarkan diri. Nevanda menggeleng.
“Masih mengharap ya ?”, Bowo mengerling ke arah Drea yang terlihat sok mesra dengan Yuanita.
“Apaan, sih...kagaklah ! aku bareng Rena aja”, jawab Nevanda pasti.
Akhirnya mereka pun pulang. Di jalan Wonosari-Jogja, mereka berhenti di bukit cinta. Di sana sangat jelas melihat view Jogjakarta yang sangat istimewa indahnya terlihat di malam hari. Kerlap-kerlip lampu sangat pas dinikmati dari situ karena posisi ketinggian yang bisa lapang melihat ke bawah, ke arah kota Jogja. Sedikit menghibur Nevanda yang lagi ill feel.
            Jam menunjukkan angka delapan. Drea mengomando untuk segera pulang takut kemalaman di jalan. Akhirnya rombongan pun sampai di Jogja dengan selamat.
“Yakin, mau pulang ke kost ?”, Rena bertanya ke Nevanda yang di jawab dengan anggukan. Rena pun mengantarkannya sampai depan kost. Nevanda segera cuci muka dan kaki, minum susu coklat hangat truuuussss.... bobo`.
            Nevanda tersentak kaget dari tidurnya, kebiasaan. Kali ini karena handphonenya berdering.
“Iya, halo ?”, diangkatnya telpon di gadgetnya itu.
“Belum bangun, aku tunggu di depan kost, bareng....yuk ! kenapa....belum mandi ! sana, gih ! Ga...pa...pa...aku tunggu !”, suara di seberang telpon.
Nevanda melihat ke arah layar. Ada nama mas Nandrow.
“Eh...ah...iiiyy...yaa...!”, jawab Nevanda gugup. Ia segera menutup telponnya dan lari ke kamar mandi. Super cowboy yang berantakan, ia tinggalkan kamarnya dan segera menghampiri mas Nandro yang tersenyum manis sekali.
 BMW metalik yang mereka tumpangi meluncur ke kampus, menerobos macetnya jogja di pagi hari. Begitu juga perhatian Nandrow yang ingin menerobos perasaannya Nevanda.


@#@#@