30 Juni 2013
Kuota Cinta
Cintaku
seperti ombak
Mengalami
pasang surut
Cemburuku
laksana baran
Siap
berkobar suatu saat
Rinduku
seperti magma
Meletup-letup
ataupun beku
Tak
ada yang kekal di dunia ini.
Kabut pagi menyelimuti lereng gunung
Merapi. Namun sang mentari mencoba membangunkan kehidupan dari kelenaan
kehangatan peraduan. Tombak sinarnya mulai menerobos alam yang masih tenang.
Udara yang perawan menawarkan kesegaran bagi penghirupnya.
Ayam
pun berteriak, “banguuuunn...kkaa..mmuuu...rruuu...yyyuuukkk !”.
“Aahhh...sebentar
lagi !”, Nevanda berteriak lirih dari balik selimutnya. Tangannya menjulur ke
luar selimut. Digapainya jam wekker ayam jago yang ada di meja dekat tempat
tidurnya. Lalu....kliiikk...!, ia matikan.
“Aman...!”,
Nevanda merapatkan kembali selimutnya. Kenikmatan dari kolaborasi rasa dingin
dan kantuk yang tersisa, pikirnya.
Nevanda tersentak kaget. Ia melompat
dari tempat tidurnya. Sambil ngucek mata ia perhatikan jam yang ada di dinding.
“Haahhh.....sudah
jam sepuluh !”, Nevanda segera mandi.
“Kok
teman kost sebelah tidak bangunin aku ya ?”, gumamnya.
“Heee...hheee...dah
bosan kali ya !”, Nevanda tertawa sendiri. Dengan merapikan baju yang di pakainya,
ia segera menyambar tas, dan cabut.
Dikuncinya
pintu kamar kost....! Beberapa langkah Nevanda berhenti.
“Ada
yang lupa kayaknya, apa ya ! Heemmm...hape...masih di meja !”, gumam Nevanda
sambil membuka pintu kamar kostnya. Setelah memasukkan handphone ke dalam
kantong sakunya, ia bergegas pergi ke garasi kost. Setelah sampai di depan
sepeda motornya, dia meraba seluruh kantong saku dan tasnya.
“Yaaaeelllaahhh....kunci
motor ketinggalan di kamar !”, Nevanda duduk selonjor di lantai, lemes.
Perjuangan besar dirasakan oleh
Nevanda di pagi ini. Akhirnya nyampai juga di kampus. Ketinggalan satu mata
kuliah tak masalah bagi Nevanda. Ia bisa mengejar tugas dan nilai, itulah hal
yang diandalkannya.
“Mahasiswi
telataaannn...!”, teriak Bowo yang duduk di samping Nevanda.
“Masalah
buat lo !”, Nevanda nyengir, niru gaya Soimah yang sok banget.
“Besok
hari minggu kita ada rencana ke pantai Drini, Wonosari !”, kita satu ruang
diwajibkan ikut semua, sekalian ngerjakan tugas penelitian, yang ga mau ikut,
di denda satu juta !”, kata Drea.
“Hoorreee....!”,
para mahasiswa Ilmu Komunikasi semester tiga tersebut pada teriak kegirangan.
“Berangkatnya
sekalian touring, yang mau boncengan atau single, silahkan ! Berkumpul di kampus
pukul setengah tujuh, titik”, Drea menambahkan lagi.
Nevanda melirik ke arah Drea, ketua
kelas sekaligus pacarnya. Kedua mata mereka bertemu, dingin. Setelah
pertengkaran panjang seminggu yang lalu, belum ada sinyal untuk baikan. Nevanda
menarik nafas panjang.
“Sebelum
pulang kita makan somay depan kampus, yuk !”, Nevanda menjawil Rena. Rena pun
mengangguk. Keduanya bergegas meninggalkan teman-teman yang masih menyusun
untuk acara besok.
Setelah pesan somay plus minuman,
Nevanda dan Rena duduk di dekat kipas. Panasnya jogja siang ini benar-benar
menambah panasnya hati Nevanda. Bagaimana tidak, tak berselang lama datanglah
Drea bersama Yuanita. Mereka pun memesan somay dan duduk tak jauh dari Nevanda
dan Rena berada.
“Besok
aku bonceng aja ya ?”, kata Drea agak keras, mungkin sengaja memanasi hati
Nevanda.
“Yakin,
gak ada yang marah ?”, Yuanita bertanya, butuh kepastian ulang.
“Kagak...lah..!
I am single, now ” , jawab Drea.
Guubbrrraaakkkk......hati
Nevanda patah. Ia makan somay dengan lahabnya agar bisa menetralisir cemburu
yang ada di hatinya.
Rena paham ada gelagat yang tidak
baik. Ia merasa kasihan melihat Nevanda yang sudah merah muka udang.
“Udahan,
yuk !”, Rena menarik tangan Nevanda yang lagi pegang sendok.
Kluuueentteenngg.....sendok
yang dipegang Nevanda jatuh ke lantai. Sontak semua mata tertuju ke arahnya.
“Maaf......sengaja...hhheee...hheee...”,
Rena mengangkat tangan kanannya tinggi sambil nyengir, tuk menutupi salting
sahabatnya. Kemudian mereka ke kasir dan....kabbuuuurrrr....!
Malam ini Nevanda menginap di
kostnya Rena. Jaga-jaga besok tidak telat bangun pagi.
“Memang
kalian udah berkomitmen tuk putus ya ?”, Rena bertanya sambil menarik selimut
ke tubuhnya.
“Belum,
tapi entah ya ? kalau Drea dah menganggap dia single...mau apa, coba ! terima
ga terima, kenyataannya jelas gitu, tho !”, Nevanda mencoba menutupi hatinya
yang hancur berkeping-keping. Dia miringkan tubuhnya ke arah dinding. Matanya
basah.
“Tidur,
yuk !”, ajak Rena, tahu kalau Nevanda menangis.
Minggu pagi yang segar mampu
melonggarkan hati Nevanda yang semalam sumpek. Dia dan Rena telah berkumpul di
kampus.
“Ok,
dah kumpul semua, ayo segera berangkat !”, kata Drea yang dah siap di atas
motornya. Ada Yuanita di dekatnya, siap ia bonceng.
Berangkatlah
rombongan tersebut. Nevanda di bonceng oleh Rena. Maunya Nevanda mau sendiri,
tapi Rena bersikeras untuk memboncengnya. Rena tahu, hati Nevanda lagi galau,
berbahaya kalau sepedahan sendiri, setidaknya sekarang ia menjadi teman yang
sok perhatian untuk Nevanda.
Sampailah rombongan tersebut di
pantai Drini, Wonosari. Rena menarik tangan Nevanda mengajak memisahkan diri
dari rombongan menuju ke arah ujung pantai, dekat karang.
“Teriaklah,
Nevanda ! Lepaskan kekesalan semua yang
ada di hatimu ”, kata Rena. Nevanda mengangguk.
“Huuuaaa.....aaaa......!”,
Nevanda teriak sekencang-kencangnya. Dari kejauhan ada beberapa orang yang
menengok ke arahnya, Nevanda tak peduli. Rena mendorong Nevanda ke air.
Byyuuurrrrr.....Nevanda
tak mau kalah, ditariknya Rena, di celupkannya kepala Rena ke air. Rena
gelagapan. Canda tawa kedua sahabat tersebut sering pecah, sesering pecahnya
ombak pantai yang menerpa batu karang.
“Kita di suruh kumpul, makan siang
!”, teriak Moudy. Nevanda dan Rena mengangguk. Kemudian mereka bergegas mandi
dan ganti pakaian.
Mahasiswa
Ilmu Komunikasi semester tiga tersebut menyerbu makanan yang di siapkan di
gasebo pantai dengan lahabnya. Sok kelaparan apa memang lapar banget ya ?.
Semburat jingga menghiasi langit di
atas pantai. begitu indah panorama senja itu. Sayangnya, hati Nevanda tak
seindah panorama sunset. Jelas di depan matanya, Drea merangkul pundak Yuanita.
“Tak
punya perasaan !”, gerutu Nevanda dalam hati. Susah payah ia mengumpulkan
puing-puing ketegaran dan mencoba menyadari bahwa cintanya tlah berlalu. Ia
masih ingat pertengkaran minggu kemaren. Drea mempermasalahkan Nevanda yang
nebeng mobil milik mas Nandrow, mahasiswa semester atas. Padahal itupun karena
ada alasannya. Ban motor Nevanda bocor dan secara kebetulan mas Nandrow ada di
belakangnya pada saat itu. Hari berikutnya, Nevanda masih bareng mas Nandrow,
karena hujan yang begitu derasnya. Drea melihatnya dan marah-marah tanpa
ampun.
“Hey...bengong pake melongo lagi !’,
Bowo menepuk pundaknya. Darimana datangnya
tak disadari oleh Nevanda.
“Saya
bonceng ya, pulangnya nanti ?”, Bowo menawarkan diri. Nevanda menggeleng.
“Masih
mengharap ya ?”, Bowo mengerling ke arah Drea yang terlihat sok mesra dengan
Yuanita.
“Apaan,
sih...kagaklah ! aku bareng Rena aja”, jawab Nevanda pasti.
Akhirnya
mereka pun pulang. Di jalan Wonosari-Jogja, mereka berhenti di bukit cinta. Di
sana sangat jelas melihat view Jogjakarta yang sangat istimewa indahnya
terlihat di malam hari. Kerlap-kerlip lampu sangat pas dinikmati dari situ
karena posisi ketinggian yang bisa lapang melihat ke bawah, ke arah kota Jogja.
Sedikit menghibur Nevanda yang lagi ill feel.
Jam menunjukkan angka delapan. Drea
mengomando untuk segera pulang takut kemalaman di jalan. Akhirnya rombongan pun
sampai di Jogja dengan selamat.
“Yakin,
mau pulang ke kost ?”, Rena bertanya ke Nevanda yang di jawab dengan anggukan.
Rena pun mengantarkannya sampai depan kost. Nevanda segera cuci muka dan kaki,
minum susu coklat hangat truuuussss.... bobo`.
Nevanda tersentak kaget dari
tidurnya, kebiasaan. Kali ini karena handphonenya berdering.
“Iya,
halo ?”, diangkatnya telpon di gadgetnya itu.
“Belum
bangun, aku tunggu di depan kost, bareng....yuk ! kenapa....belum mandi ! sana,
gih ! Ga...pa...pa...aku tunggu !”, suara di seberang telpon.
Nevanda
melihat ke arah layar. Ada nama mas Nandrow.
“Eh...ah...iiiyy...yaa...!”,
jawab Nevanda gugup. Ia segera menutup telponnya dan lari ke kamar mandi. Super
cowboy yang berantakan, ia tinggalkan kamarnya dan segera menghampiri mas
Nandro yang tersenyum manis sekali.
BMW metalik yang mereka tumpangi meluncur ke
kampus, menerobos macetnya jogja di pagi hari. Begitu juga perhatian Nandrow
yang ingin menerobos perasaannya Nevanda.
@#@#@