13 Juni 2013
Daya saing
Ku
minum air laut
Semakin
banyak minum semakin kuhaus
Ku
lihat keatas
Semakin
tinggi tak terjangkau
Namun
kaki masih berpijak di bumi
Ku
lihat gemerlap dunia
Semua
tak ada habisnya
Siang itu panasnya matahari seakan-akan hendak membakar kulit. Bel pulang
berbunyi. Anak-anak berhamburan ke luar kelas. Tak kecuali kelas 9. Denia
enggan melangkah. Dia masih aja duduk.
“Ayo..pulang
! ngapain masih duduk di situ ?”, Aska menghampiri Denia.
“Panas,
males banget ! Nunggu jemputan di luar apalagi”, Denia menjawab dengan asal.
“Kita
tunggu di teras sekolah aja. Kalau disini terus keburu pintunya dikunci dari
luar sama Pak Penjaga Sekolah, lho...!’, Aska tetap berdiri di depan kelas.
“Hiii....ayolah
kalo gitu..!”, Denia sontak lari meninggalkan Aska yang dari tadi menunggunya.
“Nih,
anak...malah aku yang ditinggal !”, Aska pun berlari menyusul Denia.
Di depan gedung banyak siswi yang
menunggu jemputan. Maklumlah, peraturan sekolah yang tidak memperbolehkan
membawa kendaraan sendiri. Denia dan Aska berdiri di bawah pohon bersama dengan
siswa lainnya.
“Aku
baru dibelikan gadget baru lho !”, kata
Arum, teman sekelas Denia.
“Ha-pe
pintar ya, coba aku liat !”, kata Aska. Arum mengeluarkan handphone samsung
galaxy s4. Kemudian ia membukanya dan memperlihatkan fitur dan keunggulannya.
“Wah,
trend banget !”, Denia terheran-heran dan kagum.
“Oh,
itu ayahmu dah datang, Denia !”, Aska menunjuk seorang bapak-bapak yang ada
dekat pagar sekolah.
“oh...!
aku pulang duluan ya !”, Denia meninggalkan teman-temannya. Padahal ia masih
ingin melihat handphone baru milik Arum.
Sepulang sekolah, Denia kelihatan
murung. Anak berambut panjang itu memandangi handphonenya.
“Ouugghh...jadul
banget !”, gerutunya.
“Seminggu
lagi aku kan ulang tahun !. Apa aku minta hadiah handphone seperti milik Arum
aja pa...ya...!”, Denia mulai tersenyum. Dia membayangkan membawa handphone
keren seperti milik Arum.
Denia memberanikan diri untuk
ngomong sama mamanya. Awalnya dia agak ragu. Namun, karena keinginannya untuk
memiliki gadget pintar sangat kuat, denia mengumpulkan keberaniannya.
“Ma,
seminggu lagi aku ulang tahun...lho !”, kata Denia pelan.
“hheemmm...!”
hanya itu yang keluar dari bibir mamanya. Denia melihat wajah mamanya yang
asyik membaca novel.
“Saya
minta hadiah handphone baru ya !”, ucap Denia kemudian.
“Minta
yang apa ? biar papamu yang membelikan”, kata mamanya yang tetap fokus pada
bacaannya.
“Sam....sung
...ga...laxy s4 !”, Denia ragu mengungkapnya. Mama Denia mendongak. Dia lihat
putri tunggalnya. Ingin marah, tapi tak tega melihat wajah imut Denia.
“Itu...kan
mahal, sayang !”, kata mama dengan menata intonasi sedatar mungkin.
“Mama
dan papa kan pegawai, apa salahnya sih...sekali-kali nurutin kemauan Denia !”,
mata Denia berkaca-kaca.
“Mama
janji beliin ha..pe..! tapi bukan yang itu. Kebutuhan kami masih banyak. Toh, sebentar
lagi kamu kan mau masuk es...em...a...! butuh biaya banyak, kan !”, mama
menjelaskan. Denia keburu lari ke kamar. Dia menangis tersedu-sedu.
“Tidak harus mahal gitu, tho ! ingat
budget juga, Denia ! dan ada hal yang terpenting lagi....kamu sekarang belum
saatnya dan belum butuh untuk punya gadget seperti yang kau inginkan itu”,
mamanya mengelus-elus rambut panjang putrinya. Mama tahu dan paham, handphone
yang dimaksud Denia.
“Ini,
mama kasih uang dua juta, sana gih ! minta anter papamu. Tidak nunggu hari
ultah ga..pa..pa..!’, mama menyerahkan uang ke Denia. Mata Denia
berbinar-binar.
“Thank`s,
mama !”, Denia mencium pipi mamanya dan bergegas mencari papanya. Mama
tersenyum.
****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar