25 Juni 2013
Malaikat tak bersayap itu bapakku (ix)
Di
mana bumi berpijak
Di
situ langit dijunjung
Suka
atau tidak suka
Harus
di rasakan
Manis,
asam, pedas,pahit dan getirnya
Rasa
kehidupan
Faiz mengangkat tas jinjing dan
berjalan mengekor bapaknya yang menarik koper miliknya. Ditatap bebas punggung
bapaknya. Berat berpisah dengan orang yang sejak kecil mengasuh dan merawatnya.
Namun tiada daya Faiz menolak keinginan bapaknya.

“Ini ibu kamu sudah datang, Faiz !”,
bapaknya menepuk punggung dari samping Faiz. Faiz tersentak kaget, bapaknya sudah
bersama seorang wanita yang sedang tersenyum kepadanya.
“Apa
kabarmu, sayang ! Ini ibu, nak !”, di tariknya Faiz dalam pelukkannya. Faiz
hanya diam, asing. Pelukan yang hampar yang ia rasakan sekarang ini.
“Aku
titip Faiz, ya !”, kata bapak Faiz.
“Titip
bagaimana ? aku kan ibunya, aku juga berhak dan berkewajiban untuk mengasuhnya
!”, jawab ibu Faiz.
“Pintar-pintarlah
membawa dirimu Faiz ! Bapak pulang dulu. Satu jam lagi boarding pesawat, bapak
harus masuk bandara !”, bapak Faiz memeluk anaknya dengan erat. Faiz pun
demikian. Di peluknya erat sosok bapak dan enggan tuk melepasnya. Baru kali ini
ia rasakan pelukan bapaknya setelah ia menginjak dewasa. Airmata Faiz pun
menetes tanpa bisa ditahan. Bapaknya melepaskan diri dari pelukan dan melangkah
pergi tanpa menoleh ke belakang.
“Jika
engkau tahu, Faiz ! bapak pun tak rela melepaskan kamu hidup dengan ibumu yang
belum tentu kalian saling mengerti !”, gumam bapaknya Faiz.
Faiz memasuki sebuah rumah yang
besar. Ada nuansa melayu dalam interior rumah itu. Faiz melangkah dengan
ragu-ragu.
“Welcome,
Faiz, ini rumah kami !”, ibunya Faiz menarik Faiz duduk di ruang tamu. Tak lama
kemudian datanglah seorang bapak-bapak yang kelihatan lebih tua dibanding
bapaknya Faiz.
“Hai,
selamat datang Faiz, ini bapak !”, Bapak tersebut mengulurkan tangannya yang
disambut dinginnya tangan Faiz. Faiz mengangguk hormat.
“Rizal...Andra.....Melani...!
sini...kakak kalian sudah datang !”, bapaknya teriak memanggil.
Tak
lama kemudian keluarlah ketiga anak dari arah yang berbeda. Faiz pun salaman
dengan ketiga saudara tirinya tersebut. Rizal seumuran dengannya. Andra selisih
dua tahun lebih muda. Keduanya adalah anak bawaan suami ibunya Faiz. Sedangkan
Melani adalah saudara kandung Faiz tapi beda bapak. Faiz merasakan sikap tak
senang para saudara tirinya tersebut.
Faiz satu kamar dengan Andra. Kamar
yang berantakan dan pengap udaranya.
“Huhhh...!”,
Faiz pun mengeluh.
“Maksud
mas Faiz apa ? tidak suka ? pergi aja ke laut...gitu aja kok repot !”, kata
Andra dengan sewot yang mengantar Faiz masuk ke kamar.
“Eh....enggak
kok !”, Faiz tak menyangka kalau Andra mendengar desahnya.
Faiz merasa seperti katak di dalam
tempurung, bingung. Ketiga adiknya jelas menentang keberadaannya di rumah itu.
Bahkan adik kandung perempuan yang masih duduk di kelas empat SD itu kelihatan
membenci Faiz.
“Bu,
kapan mas Faiz pulang, kok lama nginap di sini ya ! aku jadi males di
rumah”, kata Melani kepada ibunya.
Ibunya hanya tersenyum seraya melihat Faiz yang terbengong-bengong.
“Lama...?
baru satu minggu sudah dibilang lama !”, Faiz menggumam. Melani mendenganya
lalu mencibir. Faiz geregetan melihat Melani, ingin hati ia menabok mulut anak
kecil itu, namun ia urungkan dengan kesal.
@#@#@ Bersambung
@#@#@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar