Kamis, 20 Juni 2013

MALAIKAT TAK BERSAYAP ITU BAPAKKU (IV)


20 Juni 2013
malaikat tak bersayap itu bapakku (iv)

Hati manusia yang terbolak-balik
Terpengaruh oleh suasana
Meski hanya segumpal darah
Mampu menjadi motor jasad
Apapun yang dikehedakinya

             Hari ini Faiz diperbolehkan pulang oleh dokternya. Sudah seminggu Faiz opname di Rumah Sakit. Tangannya harus di gips karena retak. Bapaknya dengan sabar memapah Faiz masuk mobil.
“Lega rasanya bisa pulang !”, kata Faiz sambil tersenyum.
“Tapi harus rajin rawat jalan, dan itu tanganmu juga harus hati-hati, gitu pesan dokternya tadi !”, bapaknya Faiz menasehati.
“Ah...aku juga udah dengar”, Faiz menjawab dengan ketus.
             “Pak....tolong papah aku, mau ke kamar kecil !”, Faiz teriak memanggil bapaknya. sang bapakpun lari mendekat dengan tergopoh-gopoh.
“Lama banget, keburu kebelet, nih !”, Faiz menggerutu. Tangannya digendong tempel diantara dada dan perutnya dan kakinya masih nyeri. Bisa jatuh kalau berjalan sendiri.
“Hheehh....ga teriak ngapa sih !’, Bapaknya pun segera memapahnya ke kamar mandi.
                                    
             “Paaaakkkk....lapaaarrrr...!”, Faiz teriak memanggil bapaknya. Tidak ada jawaban.
“Paaakkk....!!!!”, Faiz teriak lebih kenceng lagi. tak ada jawaban lagi. Hati Faiz kesal bukan kepalang. Dia mengomel-ngomel tak jelas.
Kurang lebih lima belas menit kemudian bapaknya datang.
“Da apa ?”, tanya kemudian.
“Bapak kemana aja sih, saya lapar tau !”, Faiz berkata dengan intonasi suara tinggi.
“Lagi sholat. kamu tuh ya....udah dikasih cobaan seperti ini, masih saja tak nyadar !”, bapaknya segera mengambilkan makan siang Faiz.
             Senja pun menyongsong malam. Hati Faiz sedang galau. Tak terlihat bapaknya ada di rumah. Di telponnya berulangkali tak ada jawaban. Ada yang beda dalam pikiran Faiz. Bukan karena dia terbatas tidak bisa ngapa-ngapain yang disebabkan oleh badannya masih sakit, namun ada yang dicemaskan olehnya. Ya, tumben dia mencemaskan bapaknya. Biasanya tak ada perasaan seperti apa yang dirasakan saat ini.
            Sudah jam sebelas malam, bapaknya Faiz belum pulang juga. Hujan turun begitu derasnya. Kekawatirannya semakin menjadi-jadi. Dia telpon Andi, karyawan bapaknya. Katanya tadi keluar kota ngurus furniture pelanggan yang bermasalah.
“Jangan-jangan bapak kenapa-napa ?”, Faiz memikirkan hal yang tidak-tidak. Tanpa disadarinya mata Faiz melinangkan airmata.
“cepat pulang, bapak ! please...! Ya..Allah selamatkan bapakku dimanapun dia berada !”, Faiz baru sadar betapa pentingnya doa, apalagi disaat-saat seperti ini.
             “Apakah seperti inikah bapak ketika menanti aku pulang malam setiap harinya ?. Saya bisa merasakan betapa tersiksanya bapak ketika menantiku dalam keadaan seperti ini. Hujan deras, petir menyambar-nyambar, dan anaknya belum pulang !”, Faiz menangis sejadi-jadinya. Anak laki-laki yang berumur 17 tahun itu tak peduli dia adalah seorang cowok yang pantang untuk menangis. Hanya doa dan tangislah yang bisa ia lakukan saat ini.


                                     @#@#@ Bersambung @#@#@

                                    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar