19
Juni 2013
malaikat tak bersayap itu bapakku (iii)
Telah
patah sayapku
Tak
berdaya diriku
Sentuhan
lembut tanganmu
Meredam
gejolakku
Menuntunku
dalam kasih sayangmu

“Saya
sholat dhuha dulu ya, tolong jagain tokonya !”, bapaknya Faiz berkata lirih
kepada Andi, salah seorang karyawannya.
“Ya,
pak. Silahkan”, Andi mempersilahkan bosnya masuk ke dalam ruang samping toko.
Nada dering handphone bapaknya Faiz
berbunyi. Tak diangkat karena bapaknya Faiz dalam keadaan menjalankan sholat.
Dering bunyinya terus berbunyi, sampai lima kali. yang terakhir diangkat karena
sholatnya sudah selesai.
“Halo,
apa benar ini keluarganya Faiz ?”, tanya orang yang suaranya di seberang
seluller yang dipegang oleh bapaknya Faiz.
“Iya,
betul. saya bapaknya, ada apa ya ?”, ada perasaan tak enak mulai mengganggu
pikiran bapaknya Faiz.
“Faiz,
putra bapak sekarang ada di Rumah Sakit Kota, kami dari kepolisian Daerah
sekarang menunggui proses anak bapak di rumah sakit. Oke, pak....segera bapak
datang ke Rumah Sakit ya ! makasih”, orang yang diseberang menutup telpon.
Bapaknya Faiz gugup. Dia mencari-cari
kontak mobil yang terselip entah dimana.
“Bapak
nyari apa ?”, tanya Wahyu, salah satu pegawainya.
“Kontak....mana
kontak mobil saya ?”, Orang separuh baya itu mengobrak abrik apapun yang ada di
mejanya.
Klotttaaak...suara
kunci mobil jatuh tersenggol tangan.
“Ini
dia !”, bapaknya Faiz menghembuskan nafas sedikit lega, lalu dia pamitan kepada
kedua karyawannya.
“Astaghfirullahal `adziim....!”
bapaknya Faiz menubruk sang anak yang terkapar di ranjang ruang IGD. Faiz masih
tidak sadarkan diri. Kepalanya di perban. Tangannya dalam kondisi bengkak.
Dielusnya kepala Faiz secara perlahan. Ada linangan airmata dipelupuk mata
bapaknya Faiz.
“Bapak...auugghhh, sakit !”, Faiz sadar
dan merintih ketika menggerakkan tangannya. Dia meringis kesakitan.
“Gimana
rasanya, Faiz ?”, tanya bapaknya.
“Kepala
saya pusing dan tulang-tulang saya nyeri semua, pak “, Faiz pun menangis.
“Sabar,
Faiz. kamu kan cowok...dah gede lagi, tak pantas menangis. Insyaallah, kamu
akan sembuh ! berdoa ya !”, bapaknya Faiz menghibur anaknya.
Andaikan Faiz tahu, saat ini bapaknya
pun menangis dalam hati. Ada penyesalan yang tak dapat digugatnya. Semua telah
diatur oleh Allah, pikirnya. Tak sedikit pun manusia berhak protes akan
kehendak-Nya. Dalam hatinya pun dia berdoa, semoga Faiz insyaf. Apa yang
dialaminya bisa menjadi pelajaran berharga bagi anaknya itu.
@#@#@
Bersambung @#@#@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar