12 Juni 2013
sang penakluk hati (v)
Pujangga
mengatakan,
“Genggamlah
dunia”
Setidaknya
duniamu sendiri
Bolak-baliknya
hati
Seperti
di atas daun talas
Bisakah
kau mengaturnya ?
Setidaknya
bisa ngendalikannya !
Siang itu Wenda sendirian duduk di
pojok taman kampus. Di tangannya ada novel yang berjudul “For better For Worse” karangan
Carole Matthews. Ia asyik baca sampai tak menyadari akan kedatangan Arjuna.
Barulah Wenda sadar ketika Arjuna duduk di sampingnya.
“Hey...beib...!”,sapa
Arjuna.
“Beib...maksudnya...beb...bek..gitu
!”, Wenda menjawab dengan nada yang datar.
“Ah,
kamu bisa aja...lucu...deh !. Itu liat ada kupu-kupu, seperti kamu...yang selalu
beterbangan di hatiku !”, Arjuna memulai strategi untuk mengawali pembicaraan.
“Oh,
seperti ada suara tapi tak ada wujudnya ya !. Ihh...merinding aku...!”, kata
Wenda yang berdiri dan kabur meninggalkan Arjuna yang bingung.
“Emang
enak dicuekkin !”, kata Wenda dalam hati.
“Wenda...!
love...you...!”, teriak Arjuna. Wenda mendengarnya. Dia tetap berjalan tanpa
menoleh. Kata-kata itu sudah tidak diinginkannya lagi. Perasaan aneh untuk
Arjuna sudah hilang dari hatinya. Arjuna keki oleh kelakuan Wenda. Dia hanya
duduk merenung sambil memegang jidatnya. Ardian datang dan duduk di samping
Arjuna dan menepuk-nepuk pundak Arjuna yang lagi galau.
“Sabar,
mas bro !”, suara Ardian menenangkan Arjuna.
Malam ini terasa indah. Wenda
menikmati bintang-bintang dilangit. Matanya menghubungkan garis-garis dari
titik bintang yang satu ke bintang lainnya. Membentuk gugus ataupun gambar
imajinasinya.
“Hhaaa....itu
!”, reflek telunjuk Wenda menuding ke langit ketika melihat bintang jatuh.
“Hey...seneng
amat !. Amat aja lagi sedih, lho !”, suara Ardian dari belakang Wenda. Tak lama kemudian sosoknya muncul dan
duduk di samping Wenda.
Rumah Ardian dan rumah Wenda
berdekatan. Satu lokasi pekarangan peninggalan kakek mereka. Hampir setiap hari
mereka bertemu. Kalau tidak kelihatan pasti akan saling mempertanyakannya.
“Masih
ada hati untuk Arjuna ?”, tanya Ardian sambil ikut memandang langit. Ardian
melihat bulan yang sempurna bulatnya alias purnama.
“Udah
lupa, tuh...!”, Wenda menjawabnya dengan enteng.
“Secepat
itukah ?”, Ardian membelalakkan matanya.
“Ya,
iyalah...!. Aneh juga, sih !. Ternyata cintaku kepada Arjuna seperti kuota,
untuk download terus...ya..cepet habis, hhiiii...hhhiii... “, Wenda tertawa
cekikikan.
“Tau,
gak ! ketika kamu meninggalkannya di taman tadi, Arjuna cerita banyak ke aku.
Dia sekarang sedang falling in love. Apa yang dia katakan memang mewakili
hatinya. Aku pada mulanya tak percaya tapi dia benar-benar galau saat ini.
Gimana ?”, Ardian bercerita banyak.
“Gimana
apanya...? Ya itu terserah dia...lha saya dah tak punya perasaan apa-apa ke dia
! swear...!”, Wenda mengacungkan jari telunjuk dan tengahnya samping mukanya.
“Beneran,
nih ? gak nyesel kamu !”, tanya Ardian tak percaya.
“Ya..ampun...!
iyalah..kamu kayak gak tau aku aja !”, jawab Wenda mantep.
“Kamu
ngomong apa aja sampe hatinya takluk gitu ?”, tanya Ardian.
“Hhhmmm.....kasih
tau gak..ya...! pengin tau aja atau...banget..?”, Wenda menggantung ucapannya
sambil senyum-senyum.
“Alllaaaaggghh...gak
juga gak...pa...pa...! tidak ada pengaruhnya ke aku !”, Ardian mengibaskan
tangannya.
Malam semakin larut. Ardian telah
pulang.Wenda membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Matanya berbinar sambil
tersenyum. Ia merasa puas telah ngerjain Arjuna lewat sms dengan kata-kata
romantis hasil kutipan karya Kahlil Gibran. Wenda menarik buku kecil yang
berjudul “taklukkan hatinya dengan puisi-puisi cinta....” dari bawah bantalnya.
“Ini
yang menaklukkan hatimu, Arjuna !”, kata Wenda lirih sambil senyum-senyum sendiri.
Wenda sudah tidak mengharapkan bermimpi bertemu dengan Arjuna. Ia segera
menarik selimutnya sampai ke leher. Wenda yakin kalau malam ini ia akan tidur
pulas.
****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar